siang ini, sebelum
memulai aktivitas tidur siang saya ingin menorehkan sebuah tulisaN yang
mungkin ga begitu berguna. kali ini saya ingin menulis tentang rasanya
ditinggal nikah oleh orang yang diam2 kita harapkan dan mungkin orang
itu pernah menorehkan warna dalam lukisan kehidupan kita.
kenapa saya ingin menulis tentang itu.. karena percaya atau tidak saya pernah merasakan tiga kali rasanya ditinggal nikah oleh orang yang diam2 saya harapkan. bagaimana rasanya?? kalo pertanyaan ini ditanyaakan sekarang maka jawabannya ya biasa saja, tapi lain hal nya kalo pertanyaan ini diajukan beberapa tahun yang lalu pasti jawabannya akan berbeda, jawaban lebai yang diselingin dengan tetesan air mata pasti yang keluar dari bibir saya.
dekat dengan seseorang dan akhirnya diam2 mengharapkannya, itu aktivitas yang mungkin sebagian besar orang yang hidup di bumi pernah merasakannya termasuk saya. saya yang terbiasa mencintai dalam diam pun pernah merasakannya. lagi dan lagi pepatah jawa memang sangat manjur "witing tresno jalaran seko kulino" *timbulnya cinta karena terbiasa* itu benar2 sering saya alami. awalnya berteman biasa, tak sedikitpun ada rasa "mengharapkan" dalam pertemanan dan kadang teman tersebut jauh dari tipe laki-laki yang kita idamkan menjadi bapak dari anak2 kita kelak. waktu telah mengubah semua, waktu pula yang telah perlahan menyibak misteri dalam diri teman-teman saya. semakin saya tau orang itu, semakin saya paham jalan pikirannya dan mungkin prinsip2 hidupnya yang bagi saya itu adalah "wah" dan ketika itu pula saya mulai terkesima (kagum red). walaupun lelaki tersebut mempunyai sederet kekurangan yang teman dekat saya bilang "ga banget" (egois red) tapi saya tetap mentoleransi kekurangannya.
saya tetap dan tetap terkesima dengan semua prinsip hidupnya. tapi ternyata Allah maha membolak-balikkan hati dan dalam waktu yang cepat saya mulai ilfil dan mulai tau sisi egois dia yang perlahan-lahan keluar sampai minta maap-pun ga pernah keluar dari mulut dia dan selama berteman hanya saya yang selalu mengeluarkan kata maap. karena saya yang tidak begitu menyukai masalah dan memperpanjang masalah, kata maap adalah kata yang paling tepat. karena mungkin dia merasa tidak sejalan akhirnya perlahan dia pergi meninggalkan puing2 kahancuran (halah, lebai) dan saya hanya bisa berucap "ya sudahlah"
saya yakin suatu saat nanti saya akan menemukan yang lebih baik, tahun demi tahun berlalu dan kesibukanlah yang membuat saya tidak perduli dengan kabarnya, akhirnya saat itupun datang juga, undangan pernikahanpun datang juga. dan saat itu pula saya tidak bisa membendung tangis. air mata yang saya tahan di kelopak akhir jatuh dan tidak bisa dipungkiri saya menangis sejadi2nya dan saya akui baru kali ini saya menangis karena seorang laki-laki.
kembali saya buka pertanyaan untuk hati saya...kenapa saya menangis?? apakah saya menangis karena saya menyukainya ataukah karena hal lain?? pertanyaan itu bergumul dalam otak saya berhari2 akhirnya saya temukan juga jawabannya. saya sudah tidak menyukainya dan sudah tidak mengharapkannya itu jawaban dari dirinya saya, lalu kenapa saya menangis?? ternyata selidik punya selidik, saya menangis karena saya merasa kalah. lhoh ini kan bukan pertandingan.... saya merasa kalah karena orang yang dulu saya harapkan dan pernah melukai hati saya ternyata dia lebih dulu menemukan orang yang tepat dan lebih dulu berani mengambil keputusan, sedangkan saya disini masih harus berjuang dengan hidup saya sendiri dan masih di tempat yang sama seperti dulu. apalagi sejak saat dia menghilang tanpa berita saya tidak pernah dekat lagi dengan manusia berjenis kelamin laki2 (saya dan dia tidak pernah pacaran red)
rasa tertinggallah yang membuat saya terluka dan menangis seperti rasa kalah walau semua ini bukanlah sebuah permainan yang membutuhkan pemenang atau pecundang. rasanya tidak adil jika saya menikah lebih dulu darinya, dan rasanya tidak adil pula jika saya terus menerus merasa kalah. saya yakin ada seorang pangeran di sana yang lebih tepat untuk saya.
saya tidak ingin bilang "semua indah pada waktunya", saya hanya ingin bilang " semua sudah ada waktunya"... tulisan kehidupan kita sudah tertulis di lauhul mahfuz termasuk tentang jodoh kita. yah mungkin dia bukanlah yang terbaik, tapi yakinlah ada yg terbaik yang menanti kita ^_^. tapi tak lupa juga usaha, jodoh ada ditangan Allah, tapi kalo kita tidak mengambilnya akan tetap berada di tangan Allah... kita sudah ada jodohnya masing2 tinggal pilihan kita bagaimana menjemputnya.
kenapa saya ingin menulis tentang itu.. karena percaya atau tidak saya pernah merasakan tiga kali rasanya ditinggal nikah oleh orang yang diam2 saya harapkan. bagaimana rasanya?? kalo pertanyaan ini ditanyaakan sekarang maka jawabannya ya biasa saja, tapi lain hal nya kalo pertanyaan ini diajukan beberapa tahun yang lalu pasti jawabannya akan berbeda, jawaban lebai yang diselingin dengan tetesan air mata pasti yang keluar dari bibir saya.
dekat dengan seseorang dan akhirnya diam2 mengharapkannya, itu aktivitas yang mungkin sebagian besar orang yang hidup di bumi pernah merasakannya termasuk saya. saya yang terbiasa mencintai dalam diam pun pernah merasakannya. lagi dan lagi pepatah jawa memang sangat manjur "witing tresno jalaran seko kulino" *timbulnya cinta karena terbiasa* itu benar2 sering saya alami. awalnya berteman biasa, tak sedikitpun ada rasa "mengharapkan" dalam pertemanan dan kadang teman tersebut jauh dari tipe laki-laki yang kita idamkan menjadi bapak dari anak2 kita kelak. waktu telah mengubah semua, waktu pula yang telah perlahan menyibak misteri dalam diri teman-teman saya. semakin saya tau orang itu, semakin saya paham jalan pikirannya dan mungkin prinsip2 hidupnya yang bagi saya itu adalah "wah" dan ketika itu pula saya mulai terkesima (kagum red). walaupun lelaki tersebut mempunyai sederet kekurangan yang teman dekat saya bilang "ga banget" (egois red) tapi saya tetap mentoleransi kekurangannya.
saya tetap dan tetap terkesima dengan semua prinsip hidupnya. tapi ternyata Allah maha membolak-balikkan hati dan dalam waktu yang cepat saya mulai ilfil dan mulai tau sisi egois dia yang perlahan-lahan keluar sampai minta maap-pun ga pernah keluar dari mulut dia dan selama berteman hanya saya yang selalu mengeluarkan kata maap. karena saya yang tidak begitu menyukai masalah dan memperpanjang masalah, kata maap adalah kata yang paling tepat. karena mungkin dia merasa tidak sejalan akhirnya perlahan dia pergi meninggalkan puing2 kahancuran (halah, lebai) dan saya hanya bisa berucap "ya sudahlah"
saya yakin suatu saat nanti saya akan menemukan yang lebih baik, tahun demi tahun berlalu dan kesibukanlah yang membuat saya tidak perduli dengan kabarnya, akhirnya saat itupun datang juga, undangan pernikahanpun datang juga. dan saat itu pula saya tidak bisa membendung tangis. air mata yang saya tahan di kelopak akhir jatuh dan tidak bisa dipungkiri saya menangis sejadi2nya dan saya akui baru kali ini saya menangis karena seorang laki-laki.
kembali saya buka pertanyaan untuk hati saya...kenapa saya menangis?? apakah saya menangis karena saya menyukainya ataukah karena hal lain?? pertanyaan itu bergumul dalam otak saya berhari2 akhirnya saya temukan juga jawabannya. saya sudah tidak menyukainya dan sudah tidak mengharapkannya itu jawaban dari dirinya saya, lalu kenapa saya menangis?? ternyata selidik punya selidik, saya menangis karena saya merasa kalah. lhoh ini kan bukan pertandingan.... saya merasa kalah karena orang yang dulu saya harapkan dan pernah melukai hati saya ternyata dia lebih dulu menemukan orang yang tepat dan lebih dulu berani mengambil keputusan, sedangkan saya disini masih harus berjuang dengan hidup saya sendiri dan masih di tempat yang sama seperti dulu. apalagi sejak saat dia menghilang tanpa berita saya tidak pernah dekat lagi dengan manusia berjenis kelamin laki2 (saya dan dia tidak pernah pacaran red)
rasa tertinggallah yang membuat saya terluka dan menangis seperti rasa kalah walau semua ini bukanlah sebuah permainan yang membutuhkan pemenang atau pecundang. rasanya tidak adil jika saya menikah lebih dulu darinya, dan rasanya tidak adil pula jika saya terus menerus merasa kalah. saya yakin ada seorang pangeran di sana yang lebih tepat untuk saya.
saya tidak ingin bilang "semua indah pada waktunya", saya hanya ingin bilang " semua sudah ada waktunya"... tulisan kehidupan kita sudah tertulis di lauhul mahfuz termasuk tentang jodoh kita. yah mungkin dia bukanlah yang terbaik, tapi yakinlah ada yg terbaik yang menanti kita ^_^. tapi tak lupa juga usaha, jodoh ada ditangan Allah, tapi kalo kita tidak mengambilnya akan tetap berada di tangan Allah... kita sudah ada jodohnya masing2 tinggal pilihan kita bagaimana menjemputnya.