merasa kehilangan
sebelum memiliki...itulah yang kerap kali manusia rasakan dan naasnya
saya berulangkali merasakannya. saya sering menganggap sesuatu adalah
milik saya walaupun hakikatnya semua itu belum pernah dimiliki sama
sekali. seperti anak kecil, saya kerap kali merengek2 meminta mainan
yang mungkin mainan itu hanyalah mainan biasa dan ego saya mengatakan
saya harus memilikinya. padal saya sama sekali tidak tau indahnya mainan
itu, bagaimana mainan itu beroperasi dan kualitas mainan itu. yang saya
pikir mainan itu bisa membuat hidup saya bahagia, akhirnya setelah
rengekan yang terus menerus, si pemilik mainan meminjamkan mainan itu
pada saya.
bukan kepalang bahagianya setelah mendapatkan mainan itu, mainan yang selama ini saya idamkan akhirnya saya dapatkan. mainan itu membuat saya merasa bahagia, senyum tak pernah lepas dari bibir saya saat saya menatap mainan itu dan yang pasti mainan itu mampu membuat saya melupakan mainan2 lainnya.
waktunya tiba, sang pemilik mainan itu mengambilnya padahal saya masih sangat menginginkan mainan itu. ingin rasa nya menangis sekeras2nya saat mainan itu diambil tapi apa mau dikata mainan itu bukan milik saya. ego dan hati saya berontak, ego saya untuk mempertahankannya dan hati saya yang mencoba pasrah mengembalikannya....
sedih memang tapi lebih sedih lagi saat mainan itu dipinjamkan pemiliknya ke orang lain...kecewa, hancur dan merana campur jadi satu. walo saya tau orang itu lebih layak mendapatkan mainan itu, dan mungkin saya tidak lebih membutuhkan dibanding orang itu. lagi dan lagi, ego saya berkata lain, ingin rasanya mengambil kembali mainan itu sedangkan hati mencoba mengikhlaskannya.... yup, ikhlas kata yang paling mudah diucapkan tapi merupakan kata terberat untuk diaplikasikan. senyum ini mengembang seolah2 hati ini ikhlas tapi kenyataannya hati ini sama sekali tidak ikhlas. dan saat itulah saya merasakan menjadi manusia paling munafik di dunia ini.
yah, ternyata semua teori yg ada di kepala saya hanyalah teori belaka, secara teori, saya harus ikhlas karena semua itu bukan milik saya sepenuhnya. tapi kenyataannya saya masih berat merelakannya, berat melepaskannya. saya baru mengerti hidup itu bukan hanya sebuah teori2 muluk tapi pengaplikasianlah yg lebih penting. walau tak bisa dipungkiri kita harus mencari teori2 yang super duper banyak. bukankah ilmu mendahului amal
wahai Pemilik mainan, Engkau lebih tau perasaan saya, Engkaulah penggengam hati. jika memang mainan itu bukan yang terbaik maka balikkanlah hati saya untuk tidak menginginkan mainan itu, tapi jika memang mainan itu memang layak saya miliki, tolong izinkanlah saya memiliki mainan itu selamanya
bukan kepalang bahagianya setelah mendapatkan mainan itu, mainan yang selama ini saya idamkan akhirnya saya dapatkan. mainan itu membuat saya merasa bahagia, senyum tak pernah lepas dari bibir saya saat saya menatap mainan itu dan yang pasti mainan itu mampu membuat saya melupakan mainan2 lainnya.
waktunya tiba, sang pemilik mainan itu mengambilnya padahal saya masih sangat menginginkan mainan itu. ingin rasa nya menangis sekeras2nya saat mainan itu diambil tapi apa mau dikata mainan itu bukan milik saya. ego dan hati saya berontak, ego saya untuk mempertahankannya dan hati saya yang mencoba pasrah mengembalikannya....
sedih memang tapi lebih sedih lagi saat mainan itu dipinjamkan pemiliknya ke orang lain...kecewa, hancur dan merana campur jadi satu. walo saya tau orang itu lebih layak mendapatkan mainan itu, dan mungkin saya tidak lebih membutuhkan dibanding orang itu. lagi dan lagi, ego saya berkata lain, ingin rasanya mengambil kembali mainan itu sedangkan hati mencoba mengikhlaskannya.... yup, ikhlas kata yang paling mudah diucapkan tapi merupakan kata terberat untuk diaplikasikan. senyum ini mengembang seolah2 hati ini ikhlas tapi kenyataannya hati ini sama sekali tidak ikhlas. dan saat itulah saya merasakan menjadi manusia paling munafik di dunia ini.
yah, ternyata semua teori yg ada di kepala saya hanyalah teori belaka, secara teori, saya harus ikhlas karena semua itu bukan milik saya sepenuhnya. tapi kenyataannya saya masih berat merelakannya, berat melepaskannya. saya baru mengerti hidup itu bukan hanya sebuah teori2 muluk tapi pengaplikasianlah yg lebih penting. walau tak bisa dipungkiri kita harus mencari teori2 yang super duper banyak. bukankah ilmu mendahului amal
wahai Pemilik mainan, Engkau lebih tau perasaan saya, Engkaulah penggengam hati. jika memang mainan itu bukan yang terbaik maka balikkanlah hati saya untuk tidak menginginkan mainan itu, tapi jika memang mainan itu memang layak saya miliki, tolong izinkanlah saya memiliki mainan itu selamanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar